METRO24JAM.ID, SAMOSIR
Pada 24 Maret 2025,
Kejari Samosir melaunching aplikasi Jaksa Garda (Jaga). Kegiatan itu berlangsung di Aula AE Manihuruk, Desa Lumban Suhi-suhi Toruan, Kecamatan Pangururan.
Namun yang membuat miris, acara seremonial itu kabarnya dibiayai oleh sejumlah kepala desa. Tak tanggung-tanggung, sedikitnya 128 kepala desa dibebani uang partisipasi sebesar Rp250.000.
Aroma tak sedap ini langsung membuat pihak Kejari Samosir meradang. Tak lama berselang, muncul bantahan dari tudingan negatif tersebut.
Bahkan untuk meredamnya, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kecamatan Harian langsung mendatangi Kejari Samosir. Kedatangan mereka tak lain untuk membuat klarifikasi terkait dugaan 128 kepala desa membiayai kegiatan launching aplikasi Jaga Desa dan sosialisasinya.
Ketua APDESI Kecamatan Harian, Viktor Sinaga, menegaskan bahwa informasi yang menyebut jaksa mengutip uang dari kepala desa untuk acara tersebut tidak benar. Sebab, biaya yang dikumpulkan dari para kepala desa merupakan inisiatif APDESI sendiri.
“Ketua-ketua APDESI Kecamatan sebenarnya yang memungut biaya itu untuk keperluan acara. Karena banyak kepala desa yang datang dari berbagai kecamatan dan acara berlangsung hingga sore, maka kami sepakat agar ada biaya makan dan snack,” ujar Viktor, Kamis (27/3/2025) malam.
Dalam pertemuan tersebut, Viktor didampingi Kasi Intel Kejari Samosir, Richard Simaremare, serta Ketua APDESI Kecamatan Palipi dan Ronggur Nihuta.
Dia juga menegaskan, APDESI Samosir sangat mendukung kegiatan Kejari Samosir yang peduli terhadap desa.
“Kami mengapresiasi segala kegiatan Kejari Samosir. APDESI Samosir bahkan jemput bola agar kegiatan ini berjalan dengan baik. Dengan adanya launching ini, kami berharap seluruh kepala desa bisa menggunakan dana desa tepat sasaran,” ungkapnya.
Saat ditanya apakah APDESI telah memberitahukan pihak kejaksaan terkait inisiatif pungutan dari kepala desa, Viktor mengaku tidak.
Sedangkan Kasi Intel Kejari Samosir, Richard Simaremare, menegaskan pihaknya tidak ikut campur dalam pengumpulan dana tersebut. Sebab, dana itu merupakan uang pribadi kepala desa.
“Itu hak mereka. Duit orang, tidak mungkin saya ikut campur,” tegas Richard. (hidayat ahmad/wol)